Tailing adalah sisa batu alam yang digiling halus hasil pengolahan bijih mineral.
Limbah tailing adalah produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan.
Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineralinert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun sepertiArsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Pada awalnya, logam yang terpendam dalam perut bumi tidak berbahaya. Ketika kegiatan penambangan terjadi, logam-logam berat tersebut ikut terangkat bersama batu-batuan yang digali. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman ketika terurai di alam bersama tailing yang dibuang.
Menurut analisis Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Kota Palangkaraya, perairan di Teluk Buyat mengandung logam-logam berat yang mengakibatkan penyakit akut, bahkan berujung kematian warga sekitar. Kejadian ini mengingatkan kembali tragedi di kota kecil, Minamata di pantai barat Pulau Kyushu, Jepang Selatan sepanjang tahun 1956-1960. Lebih dari 3.000 penduduk di sana meninggal akibat mengonsumsi ikan yang tercemar air raksa (merkuri) atauHydragyricum (Hg) dari pabrik pupuk kimia Chisso Co Ltd.
**
KASUS Teluk Buyat dan Minamata adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 yang mengontaminasi lingkungan.
Selain limbah pertambangan, logam berat juga dapat ditemui pada tubuh manusia, alat-alat rumah tangga (misalnya baterai), obat-obatan, rokok, alat-alat elektronik, insektisida, pipa air, bensin, udara, keramik, serta material lainnya. Konsentrasi logam berat pada barang-barang tersebut kecil dan tidak berbahaya. Namun menjadi berbahaya bila terakumulasi dalam tubuh sehingga mengakibatkan keracunan, bahkan lebih fatal hingga berakibat kematian.
Disebut logam berat berbahaya karena umumnya memiliki rapat massa tinggi dan sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Yang termasuk golongan logam berat adalah seluruh elemen logam kimia. Merkuri atau raksa (Hg), kadmium (Cd), arsen (As), kromium (Cr),talium (Tl), dan timbal (Pb) adalah beberapa contoh logam berat berbahaya.
Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia lewat makanan, air minum, atau melalui udara. Logam-logam berat seperti tembaga, selenium, atau seng dibutuhkan tubuh manusia untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Logam-logam tersebut berpotensi menjadi racun jika konsentrasi dalam tubuh tinggi.
Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi. Bioakumulasi berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh makhluk hidup sesuai piramida makanan. Akumulasi atau peningkatan konsentrasi logam berat di alam mengakibatkan konsentrasi logam berat di tubuh manusia adalah tertinggi.
Jumlah yang terakumulasi setara dengan jumlah logam berat yang tersimpan dalam tubuh ditambah jumlah yang diambil dari makanan, minuman, atau udara yang terhirup. Jumlah logam berat yang terakumulasi lebih cepat dibandingkan dengan jumlah yang terekskresi dan terdegradasi.
**
Seperti yang telah dijelaskan di atas, limbah tailing yang dibuang perusahaan tambang ke laut atau limbah penambangan tradisional di sungai-sungai Kalimantan mengandung berbagai jenis polutan(bahan penyebab polusi) termasuk logam berat. Limbah-limbah ini mengontaminasi perairan, tanah, ikan, serta makhluk hidup lainnya.
Sumber lain yang mengandung logam berat adalah gas timbal hasil pembakaran bensin bertimbal atau hasil pembakaran bahan bakar lain yang terkonsentrasi logam berat. Beberapa polutan utama logam berat adalah timbal (Pb), merkuri (Hg), kadmium (Cd), dan arsen (As).
Timbal (Pb), banyak ditemukan pada tambahan bensin yaitu tetraethyl lead (TEL) dan hasil pembakarannya, baterai, cat, beberapa insektisida, asap rokok, serta limbah industri. Pada asap rokok ditemukan timbal sekira 0,017-0,98 mikrogram/rokok.
Timbal dapat masuk ke tubuh manusia melalui absorpsi timbal pada sayuran, asap hasil pembakaran TEL yang diabsorpsi kulit dan dihirup, serta air minum yang terkontaminasi timbalorganik atau ion timbal. Fisik timbal sangat mirip dengan kalsium, sehingga timbal dapat masuk ke peredaran darah dan sel saraf menggantikan kalsium.
Adanya timbal dalam peredaran darah dan dalam otak mengakibatkan berbagai gangguan fungsi jaringan dan metabolisme. Gangguan mulai dari sintesis haemoglobin darah, gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, serta gangguan fungsi paru-paru. Riset di negara Inggris menyebutkan IQ seorang anak kecil dapat menurun dua poin jika terdapat 10-20 myugram/dl dalam darah. Menurut lembaga kesehatan di Inggris, keracunan kronik dapat terjadi pada anak-anak jika terdapat lebih dari 1,4 mikromol timbal per liter darah.
Kadmium (Cd), salah satu unsur kimia ini banyak digunakan sebagai lapisan tahan korosi pada baja atau plastik, pewarna, alat-alat elektronik, serta baterai nikel/kadmium. Akumulasi kadmium dalam waktu yang lama pada tubuh manusia mengakibatkan berbagai disfungsi organ dan metabolisme. Konsentrasi tinggi logam ini dapat menghalangi kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru.
Kadmiun juga dapat merusak tulang (osteomalacia, osteoporosis) pada manusia dan hewan. Sejumlah tertentu metal ini meningkatkan tekanan darah serta mengakibatkan myocardium pada hewan, meski tidak ditemukan data adanya kasus penyakit tersebut pada manusia. Setiap hari manusia rata-rata menghirup 0,15 myugram timbal dari udara dan meminum 15 g timbal dari perairan. Menghisap sebanyak 20 rokok sehari setara dengan menghirup 2-45 g kadmium, di mana level konsentrasi timbal pada tiap jenis rokok sangat beragam.
Merkuri (Hg), adalah satu-satunya logam yang berwujud cair ada suhu ruang. Merkuri, baik logam maupun metil merkuri (CH3Hg+), biasanya masuk tubuh manusia lewat pencernaan. Bisa dari ikan, kerang, udang, maupun perairan yang terkontaminasi. Namun bila dalam bentuk logam, biasanya sebagian besar bisa disekresikan. Sisanya akan menumpuk di ginjal dan sistem saraf, yang suatu saat akan mengganggu bila akumulasinya makin banyak.
Merkuri dalam bentuk logam tidak begitu berbahaya, karena hanya 15% yang bisa terserap tubuh manusia. Tetapi begitu terpapar ke alam, ia bisa teroksidasi menjadi metil merkuri dalam suasana asam.
Dalam bentuk metil merkuri, sebagian besar akan berakumulasi di otak. Karena penyerapannya besar, dalam waktu singkat bisa menyebabkan berbagai gangguan. Mulai dari rusaknya keseimbangan, tidak bisa berkonsentrasi, tuli, dan berbagai gangguan lain seperti yang terjadi pada kasus Minamata.
Merkuri yang terisap lewat udara akan berdampak akut atau dapat terakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronkitis, sampai rusaknya paru-paru. Pada keracunanmerkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, dan sering sakit kepala.
Jika terjadi akumulasi yang lebih dapat berakibat pada degenerasi sel-sel saraf di otak kecil yang menguasai koordinasi saraf, gangguan pada luas pandang, degenerasi pada sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil. Menurut Speciality Laboratories, Santa Monica, kadar aman untuk merkuri adalah 5,0 mikrogram per liter.
Sedangkan beberapa logam seperti seng, kromium, besi, mangan, dan tembaga diperlukan tubuh dalam konsentrasi kecil, tetapi dapat menjadi racun dalam jumlah besar. Logam dapat menumpuk dalam tubuh melalui makanan, air, udara, atau absorpsi langsung melewati kulit. Ketika logam berat sudah masuk dalam tubuh, elemen ini akan menggantikan tempat mineral-mineral lain yang dibutuhkan tubuh seperti seng, tembaga, magnesium, dan kalsium, dan unsur logam berat tersebut akan beredar dalam sistem fungsi organ. Kemungkinan utama yang mengalami keracunan logam berat adalah penduduk dan karyawan di wilayah sekitar industri, pabrik farmasi, pabrik kimia, pertambangan, serta pertanian yang banyak menggunakan insektisida.
Peran pemerintah, industri, akademisi, serta masyarakat sekitar daerah-daerah tersebut memiliki tanggung jawab yang sama. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan masing-masing lembaga serta integrasi setiap elemen masyarakat menjadi penentu kelestarian lingkungan. Lingkungan yang sehat serta berdayaguna akan terwujud bila akademisi yang memiliki teknik pengolahan limbah bekerjasama dengan pihak industri melakukan riset-riset terbaru yang ramah lingkungan, serta adanya dukungan dari pemerintah dan undang-undang lingkungan hidup yang jelas pelaksanaannya.
Selain tindak tegas pemerintah, kesadaran masyarakat sekitar turut melestarikan sumber daya hayati serta menjaga kesehatan lingkungan diri sendiri. Siapa yang akan menjaga kesehatan tubuh diri sendiri?
MENGENAL LIMBAH TAILING
Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang. Selain tailing kegiatan tambang juga menghasilkan limbah lain seperti; limbah batuan keras (overburden), limbah minyak pelumas, limbah kemasan bahan kimia dan limbah domestik. Limbah-limbah itu baru satu bagian dari permasalahan pertambangan yang ada.
Tailing, dalam dunia pertambangan selalu menjadi masalah serius. Limbah yang menyerupai Lumpur, kental , pekat, asam dan mengandung logam-logam berat itu berbahaya bagi keselamatan makhluk hidup. Apalagi jumlah tailing yang dibuang oleh setiap perusahaan tambang mencapai ribuan ton perhari. Bahkan dibeberapa tempat penambangan seperti PT. Freeport Indonesia dan PT. Newmont Nusa Tenggara, jumlah tailing yang dibuang mencapai ratusan ribu ton setiap hari. Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai bubur kental oleh pabrik pemisah mineral dari bebatuan. Proses itu dikenal dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung mineral seperti emas, perak, tembaga dan lainnya, diangkut dari lokasi galian menuju tempat pengolahan yang disebut Processing Plant. Ditempat itu proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur biasanya dimasukan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri, agar mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar antara 2% sampai 5% dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi tailing yang dibuang ke tempat pembuangan.
Dalam kegiatan pertambangan skala besar, pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik.Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas yang disebut tanah pucuk (top soil).Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan pasca penambangan. Setelah pengupasan tanah pucuk, penggalian batuan tak bernilai dilakukan agar mudah mencapai konsentrasi mineral. Karena tidak memiliki nilai, batu-batu itu dibuang sebagai limbah dan disebut limbah batuan keras (overburden).
Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral itu antara lain; kwarsa, klasit dan berbagai jenis aluminosilikat. Walau demikian tidak berarti tailing yang dibuang tidak berbahaya, sebab tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti; Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (pb), Merkuri (Hg) Sianida (Cn) dan lainnya. Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Pada awalnya logam itu tidak berbahaya jika terpendam dalam perut bumi. Tapi ketika ada kegiatan tambang, logam-logam itu ikut terangkat bersama batu-batuan yang digali, termasuk batuan yang digerus dalam processing plant. Logam-logam itu berubah menjadi ancaman ketika terurai di alam bersama tailing yang dibuang.
Tabel berikut adalah contoh kandungan logam berat yang terdapat dalam tailing PT. Newmont Nusa Tenggara. Data diambil dari dokumen Amdal perusahaan. Secara fisik komposisi tailing terdiri dari 50% fraksi pasir halus, dengan diameter 0,075 – 0,4 mm dan sisanya berupa fraksi lempung, dengan diameter 0,075 mm. Keadaannya semakin menakutkan karena limbah tailing yang dibuang oleh satu aktivitas pertambangan berjumlah jutaan ton.
Operasi tambang PT. Freeport Indonesia di Papua Barat sebagai misal. Masalah serius yang dihadapi perusahaan ‘raksasa’ asal Amerika itu salah satunya adalah tailing. Setiap hari perusahaan asing pertama di masa kekuasaan Soeharto itu, membuang limbah tailingnya ke sungai. Bagi penduduk lokal sungai Ajkwa, tempat limbah Freeport dibuang adalah ‘urat nadi’ kehidupan mereka. Kini Ajkwa tidak dapat digunakan karena tercemar limbah tailing. Jutaan ton tailing sudah dibuang di sungai itu. Dari 7.275 ton/hari di tahun 1973, meningkat menjadi 31.040 ton/hari di tahun 1988 dan saat ini menjadi 223.100 ton/hari.
Secara kasat mata, tailing Freeport telah mematikan ratusan hektar hutan alam di wilayah pengendapan tailing. Kebun-kebun sagu suku Komoro di Koperaporka pun ikut mati terendam rembesan tailing. Moluska, yang menjadi sumber penghasilan ibu-ibu nelayan suku Komoro kini isinya berubah warna dan rasa. Penyebabnya, diduga keras akibat tailing Freeport yang terdisposisi ke laut. Bahkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang melaksanakan survey di laut Arafuru menemukan sedimentasi dalam jumlah besar yang tersebar dan tertumpuk pada sebuah cekungan di perairan itu. Artinya : tailing Freeport telah menyebar hingga ke laut Arafura. Dapat dibayangkan apa yang bakal terjadi dimasa akhir operasi Freeport.
*) Sebuah catatan dari berbagai sumber oleh : Bangun Siregar, SH, Ketua Presidium Lembaga Pengkajian Pembangunan Tapanuli Selatan (LP2TS), Hotel Twin Plaza Lt 4 R.428 Jl.S.Parman Kav 93-94 Slipi, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar